DAFA ASSYAFIIYYAH – Salah satu pokok dalam praktek bersuci yang wajib adalah mandi janabah atau dalam masyarakat secara praktis disebut mandi junub untuk menghilangkan hadats besar. Mandi janabah diperuntukkan bagi mereka yang dalam keadaan junub. Disebut junub ketika seseorang mengalami salah satu dari dua hal.
Pertama, keluarnya mani dari alat kelamin laki-laki atau perempuan, baik karena mimpi basah, mempermainkannya, ataupun gairah yang ditimbulkan penglihatan atau pikiran. Kedua, jimak atau berhubungan seksual, meskipun tidak mengeluarkan mani. Persoalan mandi janabah penting karena ia berkaitan dengan ibadah-ibadah lain, baik yang fardhu maupun sunnah.
Orang yang dalam keadaan junub dilarang, antara lain melaksanakan shalat, berdiam diri atau duduk di masjid, thawaf atau mengelilingi Ka’bah, melafalkan ayat Al-Qur’an, dan menyentuh mushaf.
Baca Juga : Tips Buya Yahya Buat Suami Sering Makan Diluar, Jarang Makan Masakan Istri Di Rumah
Lantas bagaimana cara mandi janabah yang benar? Dalam mandi janabah seseorang wajib melaksanakan dua rukun. Pertama, niat. Yakni kesengajaan yang diungkapkan dalam hati. Bila ia mampu melafalkan juga secara lisan, hal ini lebih utama. Contoh lafal niat tersebut adalah:
نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ اْلحَدَثِ اْلأَكْبَرِ مِنَ اْلِجنَابَةِ فَرْضًا لِلهِ تَعَالَى “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar dari janabah, fardhu karena Allah ta’ala.” Dalam madzhab Syafi’i, niat harus dilakukan bersamaan dengan saat air pertama kali disiramkan ke tubuh. Kedua, mengguyur seluruh bagian luar badan, tak terkecuali rambut dan bulu-bulunya.
Untuk bagian tubuh yang berambut atau berbulu, air harus bisa mengalir sampai ke kulit dalam dan pangkal rambut/bulu. Tubuh diasumsikan sudah tidak mengandung najis. Selain hal-hal yang wajib itu, ada juga sejumlah kesunnahan dalam mandi janabah.